Tuesday, March 29, 2011

Sebuah akhir Pencarian & Panggilan [ Part 2 ]





Rombongan Pasukan Neraka sedang berbaris 
(Diambil dari "The Morning Star,by Rick Joyner)
 


Firman Tuhan Sebagai Sauh Kami

Pedang-pedang kami semakin bertumbuh besar seiring dengan kami mencapai setiap tingkat baru. Hampir saja saya tertinggal sebab tampaknya saya tidak bisa ke tingkat yang lebih tinggi. Akhirnya saya memutuskan bahwa pedang-pedang ini diberikan untuk satu tujuan, dan saya harus tetap maju. Saya meletakkan pedang itu di tanah dan mengikat diri saya sendiri ke pedang itu selagi saya menembaki musuh-musuh. Kemudian terdengar Suara Tuhan, “Kamu sudah menggunakan hikmat yang akan memampukanmu untuk terus naik. Banyak orang yang jatuh karena tidak menggunakan pedang dengan selayaknya yaitu menjadi sauh bagi diri mereka sendiri. Tampaknya tidak ada seorangpun yang mendengar Suara Tuhan, tetapi banyak orang yang melihat apa yang saya lakukan dan mereka menirunya.

Saya heran mengapa Tuhan tidak berbicara kepada saya sebelum saya menentukan pilihan. Kemudian saya merasa bahwa Dia sudah berbicara kepada saya entah bagaimana. Lalu saya merasa seluruh hidup saya sudah dilatih untuk beberapa jam ini. Saya sudah dipersiapkan, saya sudah mendengarkanNya dan mematuhiNya seumur hidup saya. Saya juga tahu karena hikmat dan pengertian saya, sekarang ini tidak dapat diambil selagi dalam medan peperangan. Saya sungguh mengucap syukur untuk setiap pencobaan yang sudah saya alami disepanjang hidup saya dan menyesal tidak menghargainya terlebih lagi.

Kemudian kami menembaki setan-setan dan hampir semuanya tepat sasaran. Kemarahan bangkit dari pasukan musuh seperti api dan batu belerang.Saya tahu bahwa orang-orang Kristen yang terjebak dalam pasukan sekarang merasakan Kemarahan yang hebat. Tidak ada satupun yang dapat menembaki kami dan sekarang mereka saling menembaki diri mereka sendiri. Karena panah-panahnya tidak bisa mengenai kami, mereka sekarang mengirim burung nasar untuk menyerang kami. Orang-orang yang tidak menggunakan pedang mereka sebagai sauh dapat diserang burung-burung nasar itu, tetapi mereka juga dapat dijatuhkan dari tempat mereka berdiri. Beberapa orang jatuh di tingkat yang dibawahnya tetapi beberapa orang juga jatuh didasar gunung, kemudian dibawa burung-burung itu pergi.


Sebuah Senjata Baru

Panah Kebenaran sangat jarang dapat menembus burung-burung nasar itu, tetapi dapat melukai mereka dan membawa kembali orang-orang yang dibawa. Setiap kali mereka kembali, beberapa dari kami dapat naik ke tingkat yang lebih atas. Ketika kami mencapai tingkat yang disebut “Galatia 22”, kami berada diketinggian yang tidak bisa dicapai burung-burung itu. Di tingkat ini, langit diatas kami hampir menyilaukan mata karena keindahan dan sinarnya. Saya merasakan damai sejahtera yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.

Sebelumnya, sebagian besar roh perlawanan saya dimotivasi oleh kebencian dan muak pada musuh, untuk kepentingan kerajaan, kebenaran dan kasih dari para tawanan. Tetapi di tingkat inilah saya menangkap Iman, Pengharapan, Kasih yang sebelumnya saya hanya ikuti dari kejauhan. Di tingkat ini saya diliputi oleh kemuliaan. Saat saya menangkap mereka, mereka berbalik kepada saya dan mulai memperbaiki dan membuat baju zirah saya bersinar. Sesaat saja, pakaian saya berubah total dan memancarkan kemuliaan yang ada pada mereka. Saat mereka menyentuh pedang saya, sinar kemuliaan memancar. Kasih berkata, “Orang-orang yang mencapai tingkat ini dipercayakan kekuatan untuk menghadapi saat ini, tetapi Aku harus mengajarkanmu bagaimana menggunakannya”. Jalan di tingkat “Galatia 22” sangat lebar sehingga tidak ada bahaya jatuh. Juga ada banyak anak panah bernama Pengharapan. Kami melepaskan beberapa anak panah itu ke burung nasar dan dengan mudah mengenainya. Hampir separuh yang mencapai tingkat ini tetap menembak dan sebagian membawakan anak panah-anak panah ini turun ke tingkat bawah.

Burung-burung itu tetap berdatangan seperti gelombang diatas tingkat yang ada dibawah. Dari Galatia 22 kami dapat menembak pasukan musuh tetapi tidak pemimpinnya, karena dia masih berada diluar jangkauan. Kami memutuskan tidak menggunakan panah Kebenaran sampai kami bisa menghancurkan awan depresi yang sudah mereka ciptakan dan ini membuat kebenaran sedikit efektif. Hal ini memerlukan waktu yang cukup lama, tetapi kami tidak pernah merasa lelah.

Iman, Pengharapan dan Kasih, bertambah besar seperti senjata kami sehingga setiap orang yang jauh dari medan pertempuranpun dapat melihatnya. Sinar mereka bahkan memancar ke kemah-kemah para tawanan yang masih berada dibawah langit yang dipenuhi burung dendang. Kegembiraan itu memenuhi kami. Saya merasa bahwa berada dalam pasukan ini, peperangan ini merupakan petualangan terbesar di sepanjang hidup saya.

Setelah menghancurkan sebagian besar burung nasar yang menyerang gunung kami, kami mulai memunguti burung-burung nasar yang menempel di para tawanan. Setelah awan kegelapan mulai dibersihkan, matahari mulai menyinari mereka dan mereka mulai tersadar seakan-akan mereka bangun dari tidur yang sangat lelap. Kemudian mereka mundur apalagi setelah sadar muntahan-muntahan burung nasar masih menutupi mereka dan mereka mulai membersihkan diri mereka sendiri. Saat mereka mulai memegang Iman, Pengharapan dan Kasih, mereka melihat gunung tempat kami berada dan mulai berlari mendekati. Pasukan iblis masih menghujani mereka dengan anak panah Tuduhan dan Fitnah, tetapi mereka tetap berlari. Sebelum mereka mencapai gunung, ada banyak orang yang terkena lusinan atau lebih anak panah, tetapi tampaknya mereka tidak melihatnya. Secepat mereka mulai mendekati gunung, luka mereka mulai sembuh. Bersama dengan awan depresi yang mulai disibakkan, segala sesuatu menjadi lebih mudah.


Jebakan

Para tawanan – tawanan yang terdahulu sangat bersukacita atas keselamatan mereka. Mereka sangat menghargai setiap tingkat gunung yang mereka naiki dan kami sangat menghargai kebenaran itu. Dengan cepat kekuatan para tawanan untuk melawan musuh bangkit. Mereka memakai baju zirah yang sudah tersedia dan meminta untuk diijinkan kembali melawan musuh. Kami memikirkan hal tersebut, tetapi kemudian kami putuskan untuk tetap tinggal di gunung dan melawan musuh. Sekali lagi Tuhan berfirman, “Sudah yang kedua kali engkau memilih hikmat. Engkau tidak akan menang di tempat musuh, tetapi engkau harus tinggal di Gunung KudusKu.”

Saya terkejut, kami sudah membuat keputusan lain hanya dengan berpikir dan membicarakannya dengan singkat. Kemudian saya memutuskan yang terbaik adalah tidak membuat keputusan sebelum berdoa. Dengan cepat Hikmat ada pada saya, memegang kedua lengan saya dengan kuat dan memandang mata saya dan berkata, “Engkau harus melakukan ini!” Kemudian saya melihat sekalipun saya berada ditempat yang luas di “Galatia 22”, tetapi saya dapat pergi kepinggirnya tanpa saya ketahui dan dapat dengan mudah terjatuh. Saya menatap mata Hikmat dan dia berkata dengan serius, “Waspadalah dimana tempatmu berdiri, engkau dapat jatuh. Didalam hidup ini engkau dapat jatuh dari tingkat berapapun”.


Ular

Untuk waktu yang lama kami terus membinasakan burung nasar dan memunguti setiap setan yang menunggangi orang-orang Kristen. Kami menemukan bahwa panah panah dari Kebenaran yang berbeda-beda mempunyai efek yang berbeda dari setan yang berbeda pula. Kami tahu bahwa hal ini akan menjadi pertempuran yang panjang, tetapi sekarang kami tidak bisa santai dan kami sudah melewati tingkat “Kesabaran”. Sekalipun setelah orang-orang Kristen menembaki setan-setan, hanya sedikit orang yang naik di gunung.

Banyak orang yang dibawa setan-setan dan terus berkhayal. Saat kegelapan yang melingkupi setan dikoyak, kami dapat melihat tanda yang ada disekitar kaki orang-orang Kristen ini bergerak. Kemudian saya melihat ternyata kaki-kaki mereka diikat ular yang bernama Malu.

Kami menembakkan anak panah Kebenaran ke ular-ular itu, tetapi hanya sedikit yang terkena. Kemudian kami kembali mencoba menembakkan anak panah Pengharapan, tetapi juga tanpa hasil. Dari “Galatia 22” sangatlah mudah untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi, dan kami mulai menaiki tingkat yang lebih tinggi. Sesaat kemudian kami tiba pada sebuah taman yang sangat indah yang pernah saya lihat. Di pintu masuk taman ini tertulis “Kasih Bapa yang Tak Bersyarat”. Pintu itu adalah sebuah jalan masuk yang sangat megah dan mengundang kami untuk masuk, jadi kami masuk. Setelah kami masuk, kami melihat Pohon Kehidupan ada di tengah-tengah taman. Pohon itu dijaga oleh malaikat-malaikat yang luar biasa. Mereka terlihat seakan-akan sedang menunggu kami, jadi kami memberanikan diri melewati mereka dan berjalan kearah pohon. Salah satu malaikat itu berkata,”Mereka yang dapat masuk ke tingkat ini yaitu mereka yang mengenal Kasih Bapa, dan dapat memakannya”.

Saya tidak sadar betapa laparnya saya. Saat saya merasakan buah itu, rasanya sangat lezat melebihi apapun yang pernah saya rasakan, tetapi rasanya juga tidak aneh. Makan buah ini membangkitkan kenangan saya pada matahari terbit, hujan, taman-taman yang indah, matahari terbenam diatas lautan terlebih terkenang pada orang-orang yang saya kasihi. Setiap gigitan, saya merasakan bertambah mengasihi segala sesuatu dan setiap orang. Kemudian saya teringat musuh-musuh saya dan saya juga mengasihi mereka. Perasaan saya menjadi lebih besar dari apapun juga, Lebih dari damai sejahtera yang saya alami di “Galatia 22”. Kemudian saya mendengar suara Tuhan dan Dia berkata, “Sekarang inilah yang menjadi makananmu setiap hari. Tidak akan pernah diambil darimu. Kamu dapat memakannya sebanyak dan sesering yang kamu mau. Tidak ada akhir dari KasihKu”. Saya mendongak keatas pohon Kehidupan arah sumber suara dan melihat pohon itu dipenuhi dengan burung rajawali yang sangat putih. Mereka memiliki mata yang tajam dan indah yang pernah saya lihat. Mereka melihat kearah saya seakan-akan menunggu perintah. Salah satu dari malaikat – malaikat penjaga berkata, “Mereka akan melakukan permintaanmu. Rajawali-rajawali ini memakan ular-ular”. Saya berkata, “Pergilah! Telanlah malu yang mengikat saudara-saudara kita”. Burung-burung itu membuka sayapnya dan sebuah angin yang besar datang dan mengangkat mereka ke udara. Rajawali-rajawali ini memenuhi langit dengan kemuliaan yang menyilaukan. Sekalipun kami berada di ketinggian, saya dapat mendengar suara-suara kengerian dari perkemahan musuh saat rajawali-rajawali itu mendekati mereka.

Tuhan Yesus sendiri yang berdiri di tengah-tengah kami. Dia menyentuh setiap kami dan berkata, “Sekarang Aku harus mengatakan kepadamu apa yang sudah Aku katakan dengan saudara-saudaramu setelah KenaikanKu ke Sorga- pesan dari KerajaanKu. Pasukan yang paling kuat dari musuh kita sekarang sudah di kocar-kacirkan tetapi tidak dihancurkan. Sekarang waktunya bagi kita untuk maju berbaris dengan Injil KerajaanKu. Rajawali-rajawali itu dilepaskan dan akan pergi bersama kita. Kita akan mengambil setiap anak panah yang ada di setiap tingkat tetapi sekarang Akulah Pedangmu dan Akulah Panglimamu. Sekaranglah waktunya Pedang Tuhan dihunus.” Saya menoleh dan melihat seluruh pasukan Tuhan berdiri di taman. Ada banyak laki-laki, perempuan dan anak-anak dari segala bangsa dan segala suku, masing-masing membawa panji yang digerakkan angin dengan kesatuan yang sempurna. Saya tahu bahwa tidak ada seperti yang ini yang pernah saya lihat di bumi. Saya tahu bahwa musuh –musuh mempunyai pasukan yang semakin bertambah banyak dan benteng-bentengnya ada diseluruh bumi, tetapi tidak ada seorangpun yang dapat berdiri didepan pasukan yang sangat besar ini. Saya berbisik, “Ini pasti Harinya Tuhan”. Sekumpulan besar pasukan ini menjawab dengan suara yang menggelegar, “Harinya Tuhan sudah datang”.

Kami berdiri di Taman Tuhan dibawah Pohon Kehidupan. Tampaknya seluruh pasukan ada disitu dan berlutut didepan Tuhan Yesus. Dia baru saja memberikan kekuatan bagi kami untuk kembali ke medan pertempuran dan membebaskan saudara-saudara kami yang masih terikat musuh dan untuk dunia yang masih dikasihiNya. Sungguh perintah yang luar biasa dan menyedihkan. Sangat luar biasa karena perintah ini berasal dari Tuhan. Sangat menyedihkan karena kami harus meninggalkan HadiratNya dan Taman yang sangat indah yang pernah saya lihat ini. Dan meninggalkan semua ini untuk kembali ke medan pertempuran.

Tuhan meneruskan perintahNya: "Aku sudah memberikan kasih karunia dan kekuatan rohani, pemahamanmu akan Firman dan KerajaanKu akan bertambah-tambah, tetapi senjata terbesar yang baru diberikan kepadamu adalah Kasih Bapa. Sepanjang engkau berjalan didalam Kasih Bapa, engkau tidak akan pernah gagal. Buah dari Pohon Kehidupan adalah Kasih Bapa yang dinyatakan dalamKu. Kasih yang ada dalamKu harus menjadi makananmu sehari-hari”.

Ketampanan Tuhan tidaklah seperti yang kita bayangkan sungguh dahsyat. Saat Dia bergerak dan berbicara, membuat Dia menjadi orang yang paling menarik yang pernah saya lihat. Dia ada diluar definisi manusia dalam martabat dan keanggunanNya.Tidak ada gambar atau lukisan yang pernah menggambarkan Dia seperti yang saya lihat, tetapi kebanyakan lukisan-lukisan itu mirip Dia. Saya mulai berpikir bahwa Dia adalah segala sesuatu tentang Kasih Bapa dan mulia. Dia benar-benar penuh dengan keanggunan dan kebenaran.

Ketika saya memakan buah dari Pohon Kehidupan, pikiran-pikiran tentang yang baik-baik memenuhi jiwa saya. Saat Yesus berbicara hal sama terjadi. Saya tidak akan pernah mau meninggalkan tempat ini. Saya teringat bagaimana saya pernah berpikir alangkah membosankannya untuk para malaikat-malaikat itu, tidak mengerjakan apapun tetapi hanya menyembah Dia depan TahtaNya. Sekarang saya tahu bahwa tidak ada sesuatupun yang melebihi apapun daripada menyembah Dia. Hal itu tentu saja bagian yang paling baik di surga. Sangat sukar dipercayai bahwa saya berjuang melawan kebosanan selama pelayanan penyembahan. Saya tahu bahwa itu karena saya waktu itu berada diluar jangkauan kenyataan.


Blessed To Bless...

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Holy Spirit