Monday, April 4, 2011

Why Go To Church?


If you're spiritually alive, you're going to love this! If you're spiritually dead, you won't want to read it. If you're spiritually curious, there is still hope!
A Churchgoer wrote a letter to the editor of a newspaper and complained that it made no sense to go to church every Sunday... "I've gone for 30 years now, and in that time I have heard something like 203,000 sermons. But for the life of me, I can't remember a single one of them. So, I think I'm wasting my time and the pastors are wasting theirs by giving sermons at all."

This started a real controversy in the "Letters to the Editor" column, much to the delight of the editor. It went on for weeks until someone wrote this clincher: "I've been married for 30 years now. In that time my wife has cooked some 32,000 meals. But, for the life of me, I cannot recall the entire menu for a single one of those meals. But I do know this... They all nourished me and gave me the strength I needed to do my work. If my wife had not given me these meals, I would be physically dead today. Likewise, if I had not gone to church for nourishment, I would be spiritually dead today!"
When you are DOWN to nothing... God is UP to something! Faith sees the invisible, believes the incredible and receives the impossible! Thank God for our physical AND our spiritual nourishment!”


Blessed To Bless...

Jim Caviezel "The Passion Of Jesus Christ"



Jim Caviezel adalah seorang aktor biasa dengan peran-peran kecil dalam film-film yang juga tidak besar. Peran terbaik yang pernah dimilikinya (sebelum The Passion) adalah sebuah film perang yang berjudul "The Thin Red Line". Itupun hanya salah satu peran dari begitu banyak aktor besar yang ikut berperan dalam film kolosal itu.


Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari memancing musuh ke arah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan akhirnya musuhpun mengepung dan membunuhnya. Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya, menunggu orang yang tepat untuk memerankannya.

Jim Caviezel kemudian memerankan Tuhan Yesus dalam Film "The Passion Of Jesus Christ".
Ini kesaksiannya:

"Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalam film besar apalagi sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah..., Dia ini Tuhan, siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan memerankannya? Mereka pasti bercanda.

Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, "Hallo, ini Mel." Kata suara dari telpon tersebut. "Mel siapa?" tanya saya bingung. Saya tidak menyangka kalau itu Mel Gibson, salah satu aktor dan sutradara Hollywood yang terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya.

Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film-film lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek alamik, bahasa yang digunakan pada masa itu. Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko terbesar yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini, mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai aktor di Hollywood.

Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut. Memang biasanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood. Sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.

Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film itu, saya katakan padanya, "Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?" Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di "Thin Red Line".

Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda panggilanku, semua orang harus memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita buat film ini! Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut.

Dalam persiapan karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya melakukannya? Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membingungkan saya, karena begitu banya referensi mengenai Dia dari sudut pandang berbeda-beda.

Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunan-Nya melakukan semua ini. Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu saya bukan seorang yang dalam hubungan dengan-Nya. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya.

Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA dan kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun cedera lutut menghentikan karir saya sebagai atlit bola basket. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh hidup saya. Saya kemudian mencoba peruntungan dalam casting-casting, sebuah peran sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran mungkin menjadi jalan hidup saya.

Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar casting. Dan kini saya telah berada di puncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau yang telah merencanakan semuanya, dan membawaku sampai di sini. Engkau yang mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku, maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendak-Mu.

Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya. Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan.

Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga. Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.


Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu.

Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini.

Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat di dalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.

Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm.



Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan di tanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan.

Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung di atas kayu salib, di atas bukit yang tertinggi di situ. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang bisa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.

Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan yang satu ke adegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwa-Nya.

Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada di atas kayu salib.

Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung di atas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan.

Saya ketakutan tergantung di atas kayu salib itu, di samping kami ada di bukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang. Dan sayapun tidak sadarkan diri.

Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul di sekeliling saya, sambil berteriak-teriak, "Dia sadar! Dia sadar!"

"Apa yang telah terjadi?" tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantam saya di atas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ.

Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu. Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, "Tuhan, apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan?"

Namun saya terus berjalan, kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan. Selama itu benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat pada-Nya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian.

Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat di tempat syuting itu memerankan Yesus. Oh... itu sangat luar biasa... mengagumkan... tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada di situ, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diri-Nya sendiri. Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan profesi dan pekerjaan saja, demi uang. Namun pengalaman dalam film itu mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film ini.

Saya harap mereka yang menonton "The Passion Of Jesus Christ", tidak melihat saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian mengaitkannya dengan peran saya dalam "The Passion" dan menjadi kecewa. Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Sejak banyak bergumul berdoa dalam film itu, berdoa menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dalam hidup saya. Film itu telah menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. Amin.

Tuhan Yesus memberkati kita semua.


Blessed To Bless...

Kaká: Soccer’s Most Famous Evangelical


Goal celebrations generally fall somewhere in between raw displays of emotion (see Marco Tardelli in the 1982 World Cup final), incredible athleticism (can anyone beat Julius Aghahowa for that?), and sheer ridiculousness (see if you can recall Finidi George at the 1994 World Cup getting down on all fours before relieving himself on the corner flag). Recently, however, a new type of celebration has made its way into soccer: the religious celebration. And no player is more overt in praising God after scoring than the Brazilian Kaká.

Kaká’s celebrations initially appear simple. He raises both hands and lifts his head to the sky as he runs away from the goal. But the significance of these gestures is far more than meets the eye and begins to tell the story of one of the world’s most devoted religious soccer players.


Kaká is an evangelical Christian (Brazilian teammates Lucio and Edmilson are as well, but I am focusing on Kaká as he has the highest profile). He told the group Atletas de Cristo that he grew up in an evangelical family. “My parents were already saved and I grew up in the presence of the Lord.”

The young Brazilian’s faith became even stronger after he was baptized into the evangelical Reborn in Christ Church. He told Atletas de Cristo that was “when I began having a relationship of Father to son with God. … Something supernatural happened to me. I can not explain it, but after that experience I got closer to God, more in-tuned with Him.”

Kaká is one of a growing number of evangelical Christians in Brazil. While Kaká’s homeland still has the largest Catholic population of any country in the world, the rise in evangelicals in the past few decades has been phenomenal. A recent article in the Washington Post offers some numbers:

Between 1980 and 2000, the number of those who identified themselves as evangelicals in national census counts doubled, to more than 26 million people in this country of about 185 million. The growth has changed the religious complexion of Brazil, where about 90 percent of residents identified themselves as Catholics in 1980. If the spread of the evangelical denominations continued at the same rate — an unlikely possibility, according to analysts — Catholics would be a minority here within 20 years.

But, as the same Washington Post article details, the rise of evangelical churches in Brazil has not been without controversy. Many of the churches focus on increasing personal wealth along with improving personal spirituality (and in this share many similarities with American evangelicals such as T.D. Jakes). But this monetary focus has made allegations of financial impropriety among church leaders particularly stinging. When Estevam and Sonia Hernandes-Filho, leaders of the a Brazilian evangelical church, were detained by U.S. Customs officials for attempting to bring in large amounts of undeclared cash, it was big news back in Brazil, where the couple is wanted for “siphoning off millions of dollars in followers’ money for personal enrichment.”
Estevam and Sonia Hernandes-Filho


News of the arrest of the Hernandes-Filhos was also notable because they head the Reborn in Christ Church, which counts a certain young man named Kaká among its disciples.The problems at the top of the church, however, have not filtered down to its most famous disciple. Kaká is described as having “impeccable manners and dedication” and has done work with the World Food Programme . He also has strong morals that he lives out in his professional life (the anti-Rooney, if you will): “I will not brawl … I am not supposed to be punching people up on the field or swearing.”

Kaká’s sense of morality also extends to his personal life. He objected to Carlos Alberto Parreira’s decision to allow the Brazilian players to have sex during the 2006 World Cup (maybe if the coach had listened, Brazil would have lived up to their potential). And, in what Alex Bellos said “must be a first for a footballer at his level” proudly declared himself to be a virgin at his 2006 marriage.

But, as defines evangelicals, Kaká is not satisfied to live out the Gospel in his own life. He has actively used his status as a professional athlete to promote his religious agenda. In addition to his more muted arms-raised celebration, Kaká has also made a habit of wearing t-shirts with evangelical messages underneath his uniform, which he exposes after scoring. The shirt he put on after winning the Champions League in 2003, which displayed the phrase “I belong to Jesus” (in English, a language he does not speak) was clearly intended to spreading a message to as wide an audience as possible.


Indeed, Kaká is open about his intentions. In his interview with Atletas de Cristo, he mixes the language of religion and soccer.

To those who already have Jesus: you have made the best choice and are in the best team. Go ahead. Do not give up. The fight is great, but we can only win being on Jesus’ side. To those who have not yet surrendered their lives to Jesus: What are you doing being outside of this team?! Come to learn the Word of God, come to know who God really is.

And, in what was either a prescient piece of advice to his soon-to-become rotund Brazilian teammate Ronaldo, the t-shirt slogan that didn’t make the cut, or his personal message of salvation for humanity, Kaká says, “Stop eating cookies, while God offers us a banquet.”



Blessed To Bless...

God can use you


"God! I am a DRUNK..! I am a LIAR..! I am A SINNER..!

The next time you feel like GOD can't use you, just remember...

Noah was a drunk
Abraham was too old
Isaac was a daydreamer
Jacob was a liar
Leah was ugly
Joseph was abused
Moses had a stuttering problem
Gideon was afraid
Samson had long hair and was a womanizer
Rahab was a prostitute
Jeremiah and Timothy were too young
David had an affair and was a murderer
Elijah was suicidal
Isaiah preached naked
Jonah ran from God
Naomi was a widow
Job went bankrupt
Peter denied Christ
The Disciples fell asleep while praying
The Samaritan woman was divorced, more than once
Zaccheus was too small
Timothy had an ulcer..AND
Lazarus was dead!

And Don't forget
Jesus Helped them all!!!!


Now! No more excuses!
God can use you to your full potential. 
Besides you aren't the message, you are just the messenger.
And one more thing...Share this with a friend or two..
In the Circle of God's love, God's waiting to use your full potential


Blessed To Bless...

Budak atau Hamba?


Lukas 17:7-9

Budak atau Hamba sebenarnya apa bedanya? Sama-sama orang rendahan? Sama-sama orang yang sudah dibeli? Sama-sama orang yang harus bekerja tanpa batas? Saya pikir dalam konteks kita, hanyalah dalam makna halus dan kasarnya saja. Jikalau kita sebutkan orang tersebut sebagai budak rasanya lebih kasar maka ada baiknya orang tersebut disebut hamba. Lalu sekarang apa makna dan relevansinya bagi kita semua itu?

Konteks pembicaraan Tuhan Yesus jelas ditujukan kepada orang-orang yang memang mengerti apa itu "hamba" (secara kasar disebut sebagai budak). Saya pikir "budak" macam ini sudah jarang dijumpai lagi saat ini. Perbandingan yang paling dekat adalah "Hamba atau pelayan atau pembantu yang mendapat upah baik itu upah harian maupun upah bulanan. Atau orang yang mempunyai kontrak kerja dan menjadi milik sebuah Serikat kerja.

Kata hamba berasal dari kata servant/slave atau doulos (Yunani) atau ebed (Ibrani) berarti seorang yang sedang dalam status sebagai pelayan atau budak. Tugasnya adalah mengerjakan pekerjaan menurut kehendak tuannya, tidak ada bantah-bantahan. Suatu sikap penyerahan segala "hak pribadi" secara utuh untuk diatur oleh majikannya. Berarti ia sedang menyangkal dirinya atau tidak berhak lagi atas hak pribadinya. Hak itu sudah melebur/menyatu dengan hak tuannya. Akan tetapi haknya itu sekali lagi tak kelihatan kekuatannya. Dengan keadaan itu maka ia berada dalam status budak atau hamba. Pada saat itu tentunyai tidak ada yang berani mepersoalkan HAM (Hak Azasi Manusia) seperti sekarang.

Penjelasan ini masih sangat bersifat umum, oleh sebab itu masih dapat diuraikan secara khusus lagi, misalnya arti hamba memiliki dua pengertian besar.

Pertama, kata slave menandakan seseorang yang bekerja keras, membanting tulang, buruh kasar, seorang yang bodoh. Orang semacam ini bisa digambarkan sebagai rodi-rodi pada zaman penjajahan Belanda atau Jepang di Indonesia. Mereka disiksa, dipukul dan dipaksa untuk bekerja; sedangkan gajinya belum tentu dibayar.

Kedua, kata servant dikhususkan kepada bujang, pelayan yang bekerja dalam status yang lebih baik. Ia menjadi seperti seorang sekretaris pribadi dan ia memiliki pengetahuan yang hampir setara dengan tuannya. Segi intelektual dipentingkan. Ia sendiri kadang-kadang masih membawahi orang lain yang berada di bawah penguasaannya. Kasus ini dapat dijumpai dalam peranan Eliazar atau Elisa. Atau orang-orang cerdik pandai yang mengabdi pada raja yang biasanya dikenal sebagai para ahli nujum, peramal, ilmuan. Pengertian lain dari kata "servant" adalah seseorang yang mengabdi pada masyarakat umum (public servant). Ia disebut juga sebagai abdi negara atau abdi rakyat atau pegawai pemerintah.

Hamba pada abad pertama adalah budak tulen (orisinil) atau budak asli 100%.

Budak secara gamblang sebenarnya dapat kita definisikan sebagai:
1. Seseorang yang telah kehilangan segalanya didunia ini
2. Kemerdekaannya telah dirampas
3. Kebebasannya telah musnah
4. Kehendaknya telah hampa
5. Bahkan namanya sudah tidak ada lagi (Budak diperjual-belikan di pasar bebas, seperti seekor binatang. Tarifnya digantungkan di lehernya, orang-orang mulai menawar harganya. Akhirnya jika tawarannya cocok maka seseorang akan membelinya dan membawanya pulang dan melubangi telinganya, lalu dipasang sebuah anting-anting yang bertuliskan nama tuannya. Dan saat ini pribadi budak itu benar-benar hilang sebab namanya bukan lagi "Bokir" tetapi "budak Tuan Charles"

Budak sesungguhnya tidak mendapat upah apapun dari hasil keringatnya, bahkan, jika tuannya mengatakan "Kamu harus bangun jam 04.00 pagi, maka ia harus melakukannya. Jika tuannya "menginginkan" ia harus kerja tengah malam, maka mau tidak mau ia harus kerja. Tanpa ada protes, tanpa ngomel-ngomel dan menggerutu. Apa lagi Unjuk Rasa atau demo, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan buruh dan mahasiswa yang ada di Surabaya belakangan ini.

Tatkala Tuhan Yesus menceritakan tentang seorang Tuan yang mengundang budaknya supaya makan lebih dahulu, murid-murid-Nya mungkin akan tertawa atau senyum tersipu-sipu. Mengapa? Karena tidak pernah ada tuan yang berbuat demikian, yang lazim budak harus melayani tuan dan terus melayani tuan. Pokoknya yang dilakukan budak hanya untuk membantu dan menyenangkan sang tuan, bukan sebaliknya. Seorang budak harus mandi, ganti pakaian, makan, bahkan tidur setelah sang tuan melakukannya.

Lalu Tuhan Yesus berkata lagi, "Adakah ia berterimakasih kepada hamba itu karena hamba itu telah melakukan apa yang telah ditugaskan kepadanya? Orang banyak itu akan berkata tentu tidak! Tidak perlu begitu, seorang tuan tidak bertanggung jawab untuk mengucapkan terima kasih kepada budaknya.

Kemudian Yesus memberikan kesimpulan "Demikian jugalah kamu, apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata:

"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan (lihat Lukas 17:10).

Kita mungkin tidak begitu senang dengan ayat ini, tetapi memang demikian adanya ;- Kita adalah budak-budak Kristus, kita sudah dibeli oleh Tuhan dan harganya sudah lunas dibayar. Rasul Paulus begitu memahami sepenuhnya keadaan ini, dia mengatakan:

"Sebab tidak ada seorangpun diantara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun diantara kita yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, maka kita hidup untuk Tuhan dan jika kita mati maka kita juga mati untuk Tuhan, jadi baik hidup maupun mati kita ini milik Tuhan.

Sekali lagi kita sudah dibeli Yesus Kristus dengan harga kontan, tunai ,tanpa pakai kredit-kreditan. Itulah sebabnya dalam Perjanjian Baru sering disebutkan bahwa Paulus adalah seorang hamba Kristus Yesus sedangkan Yakub seorang hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus. Kemudian Simon Petrus disebut seorang hamba dan rasul Yesus Kristus, bahkan dalam Lukas 1:38, Maria menyebut dirinya sebagai "Hamba Tuhan".

Saya sering mengambil ilustrasi ini sebagai contoh :

Ada yang mengatakan kita adalah "Mutiara" yang mahal dan Kristus meninggalkan segalanya untuk membeli "Mutiara" itu. Tetapi sekarang kita tahu bahwa "Dia" adalah mutiara yang mahal itu, kita adalah pedagang yang sedang mencari kebahagiaan dan ketenteraman. Dan ketika kita mendapatkan Yesus, kita pasti mendapatkan segalanya.

Dialah yang empunya kebahagiaan, Dialah yang empunya sukacita, Dialah yang empunya Damai Sejahtera, Dialah yang empunya Kesembuhan, Dialah yang empunya Ketenteraman, Dialah yang empunya Kekekalan, Dialah yang empunya se-ga-la-nya!!!

Dengan demikian kita berkata:

"Saya ingin memiliki mutiara itu, berapa harganya? Harganya sangat mahal! Jawab penjual mutiara itu.Ya, tetapi berapa harganya? Tentu jumlah harganya sangat mahal?Apakah saya sanggup membelinya? Tentu sanggup! Setiap orang pasti sanggup membelinya.Tetapi mengapa anda katakan harganya sangat mahal? Kalau begitu berapa harganya? Seharga segala sesuatu yang anda miliki di dunia ini?

Mungkin kemudian anda mulai memperhitungkan segala harta benda anda, Dua puluh juta uang tabungan di Bank, kurang lebih dua juta uang kontan ada di kantong baju. Apa lagi! Habis? Dimana saudara tinggal? Jl. Darmahusada, Surabaya.

Rumah itu juga menjadi milik saya
Maksud anda biar saya tidur di tenda?
Oh, rupanya masih punya tenda, tenda itu menjadi milik saya.
Jadi, lemari dan pakaianku harus diletakkan di mana?
Lemari dan pakaian anda juga jadi milik saya.
Isteri dan anakku bagaimana?
Isteri dan anak juga menjadi milik saya
Sekarang tinggal saya sendiri!
Anda sendiri juga menjadi milik saya

Sekarang dengarlah, saya akan mengizinkan anda mempergunakan semua ini, saya tidak segera mengambilnya. Tetapi jangan lupa, saudara adalah milik saya....kapan saja saya memerlukannya anda harus segera datang.

Begitulah keadaannya bila kita menjadi milik Kristus! Kita sudah tidak memiliki apa-apa lagi, karena semuanya telah diserahkan sepenuhnya kepada Kristus. Begitu juga dengan kita yang mau melayani Tuhan. Sebenarnya di dalam hal memilih melayani dibidang pelayanan tertentupun itu bukan hak kita. Sebagai hamba Tuhan, memilih ladang pelayananpun bukan merupakan haknya, karena status kita budak atau hamab yang memang tidak berhak memilih atau menentukan. Tetapi betapa seringnya kita luypoa akan hal itu, kita masih pikir kita adalah seperti tuan yang harus dilayani, inilah ketidaksadaran kita.

Saudara, Hari ini bagaimana status kita? Kita yang percaya kepada Tuhan Yesus; belenggu perbudakan kita sudah dilepas. Namun sering kali kita sendiri cari penyakit. Kita diperbudak oleh pekerjaan kita., Kita diperbudak oleh nafsu kita, untuk mencari uang sebanyak-banyaknya, tanpa mau perduli siang atau malam. Apalagi di ruang ber AC, kita kerja bisa lebih asyik, dan lupa segalanya. Ingat saudara, kita bukan lagi budak uang, kita bukan lagi budak dosa, kita adalah budak Kristus, marilah kita kerjakan segala pekerjaan untuk Kristus.


Blessed To Bless...

Don't Be Deceived - Hell is Real




"How did Jesus describe hell?"

Jesus Christ spoke more on hell than any other subject.
Just look at how Jesus described hell:

WHAT JESUS CHRIST SAYS ABOUT HELL!
"fire" Matt 7:19, 13:40, 25:41
"everlasting fire" Matt 18:8, 25:41
"eternal damnation" Mark 3:29
"hell fire" Matt 5:22, 18:9, Mark 9:47
"damnation" Matt 23:14, Mark 12:40, Luke 20:47
"damnation of hell" Matt 23:33
"resurrection of damnation" John 5:29
"furnace of fire" Matt 13:42, 50
"the fire that never shall be quenched" Mark 9:43, 45
"the fire is not quenched" Mark 9:44, 46, 48
"Where their worm dieth not" Mark 9:44, 46, 48
"wailing and gnashing of teeth" Matt 13:42, 50
"weeping and gnashing of teeth" Matt 8:12, 22:13, 25:30
"torments" Luke 16:23
"tormented in this flame" Luke 16:24
"place of torment" Luke 16:28
"outer darkness" Matt 8:12, 22:13
"everlasting punishment" Matt 25:46



The Bible says there is only one way to Heaven
Jesus said: "I am the way, the truth, and the life: no man cometh unto the Father but by me." (John 14:6)

Good works cannot save you.

"For by grace are ye saved through faith; and that not of yourselves: it is the gift of God: Not of works, lest any man should boast." (Ephesians 2:8-9)

Trust Jesus Christ today!
Here's what you must do:
Admit you are a sinner.
"For all have sinned, and come short of the glory of God;" (Romans 3:23)

"Wherefore, as by one man sin entered into the world, and death by sin; and so death passed upon all men, for that all have sinned:" (Romans 5:12)

"If we say that we have not sinned, we make him a liar, and his word is not in us." (1 John 1:10)

Be willing to turn from sin (repent).
Jesus said: "I tell you, Nay: but, except ye repent, ye shall all likewise perish." (Luke 13:5)

"And the times of this ignorance God winked at; but now commandeth all men every where to repent:" (Acts 17:30)

Believe that Jesus Christ died for you, was buried, and rose from the dead.
"For God so loved the world, that he gave his only begotten Son, that whosoever believeth in him should not perish, but have everlasting life." (John 3:16)

"But God commendeth his love toward us, in that, while we were yet sinners. Christ died for us." (Romans 5:8)

"That if thou shalt confess with thy mouth the Lord Jesus, and shalt believe in thine heart that God hath raised him from the dead, thou shalt be saved." (Romans 10:9)

Through prayer, invite Jesus into your life to become your personal Saviour.


"For with the heart man believeth unto righteousness; and with the mouth confession is made unto salvation." (Romans 10:10)

"For whosoever shall call upon the name of the Lord shall be saved." (Romans 10:13)

What to pray:

Dear God, I am a sinner and need forgiveness. I believe that Jesus Christ shed His precious blood and died for my sin. I am willing to turn from sin. I now invite Christ to come into my heart and life as my personal Saviour.

"But as many as received him, to them gave he power to become the sons of God, even to them that believe on his name:" (John 1:12)

"Therefore if any man be in Christ, he is a new creature: old things are passed away; behold, all things are become new." (2 Corinthians 5:17)




Blessed To Bless...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Holy Spirit