Saturday, April 9, 2011

THE KINGDOM OF GOD [part 1]


Sebagai orang-orang percaya, Tuhan menghendaki agar kita semua bisa memasuki rencana-Nya dan mewujudkan isi hati-Nya di atas muka bumi ini. Setiap kita memang memiliki kehidupan dan prioritas yang berbeda-beda, tapi ketika kita mulai menyatu dalam corporate destiny di sebuah gereja lokal dan kita mengambil keputusan untuk memprioritaskan rencana Tuhan sebagai prioritas terpenting dalam hidup kita, ketika itulah corporate authority akan mulai tercipta. Setelah corporate authority tercipta, barulah kita bisa berkata “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu.” 



Apa sebetulnya yang dimaksud dengan Kerajaan Allah? Kerajaan Allah adalah sebuah wilayah teritorial ilahi, tempat di mana Tuhan berkuasa dan memerintah. Sebagai contoh: ketika kita berbicara mengenai Kerajaan Inggris, pada awal tahun 1800-an, Kerajaan Inggris bukan hanya ada di Eropa tetapi meliputi seluruh dunia yang saat itu menjadi wilayah teritorial Inggris. Bedanya, teritorial Kerajaan Inggris adalah teritorial secara lahiriah, sementara teritorial Kerajaan Allah adalah teritorial ilahi dan meliputi seluruh alam semesta, termasuk juga dimensi rohani tempat di mana Tuhan berdiam, yang kita sebut sebagai ‘sorga’.

TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai” (Maz. 24:1-2)

Sebab TUHANlah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa” (Maz. 22:29)

Sesungguhnya Tuhan bukan hanya memerintah di sorga tetapi juga atas seluruh alam semesta, dan sebagai pencipta alam semesta, Ia memiliki kerinduan agar anak-anak-Nya juga dapat berkuasa dan memerintah atas seluruh bumi (Kej. 1:26) – inilah pola awal yang Tuhan miliki ketika Ia berbicara tentang memerintah dan berkuasa (baca juga Maz. 8:2-10).

Ketika kita menghampiri Dia dan memanggil Dia “Tuhan”, sebetulnya kita tidak layak untuk meminta apapun juga, karena sebagai Tuhan Dia hanya layak untuk disembah. Akan tetapi Dia tidak menghendaki kita mengenal Dia hanya pada keberadaan-Nya sebagai Tuhan; Dia juga memperkenalkan diri-Nya sebagai “Bapa”. Ketika Dia menyebut-Nya diri sebagai Bapa, artinya ada orang-orang yang juga Dia sebut sebagai “anak”, dengan tujuan agar si anak dapat mewarisi otoritas yang sama seperti yang Bapa miliki.

Ketika Tuhan menciptakan manusia dan menaruh mereka di Taman Eden, ada satu perintah yang Ia berikan yaitu agar manusia memultiplikasikan dirinya dan menaklukkan setiap area kehidupan yang ada, sampai terjadi perubahan dan pemulihan di segala aspek (Kej. 1:28). Namun untuk itu ada sebuah syarat yang Ia berikan kepada manusia (Kej. 2:16-17), bahwa sebagai anak, kita akan bisa memerintah dan menguasai bumi selama kita terus belajar hidup dalam ketergantungan penuh kepada Dia.

Akan tetapi manusia lebih memilih untuk hidup independen dan tidak lagi bergantung kepada Allah (Kej. 3:1-5), sehingga secara ‘resmi’ iblis berhasil mengambil alih kekuasaan atas bumi ini (1 Yoh. 5:19; Luk. 4:5-6). Artinya, ada satu teritorial yang awalnya Tuhan miliki hilang dari tangan-Nya; bukan disebabkan karena keteledoran-Nya sebagai penguasa tetapi karena ketidaktaatan manusia yang selama ini Ia percayai untuk memerintah dan berkuasa atas bumi.

Tetapi Puji Tuhan, karena dari sejak awal ketika Tuhan melihat otoritas atas bumi diambil oleh si Jahat, Tuhan langsung membuat rencana strategis untuk secara legal mengambil alih kembali otoritas atas bumi ini: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej. 3:14-15). Kata keturunannya di sini mengacu kepada seorang anak laki-laki.

Itu sebabnya ketika Hawa mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Kain, Hawa berkata, “Aku telah mendapatkan seorang anak laki-laki oleh pertolongan Tuhan” (Kej. 4:1). Dengan kata lain Hawa berpikir bahwa inilah anak laki-laki yang Tuhan janjikan, yang akan mengembalikan otoritas atas muka bumi ke tangan manusia; akan tetapi bukan itu “keturunan” yang Tuhan janjikan. Jika kita membaca ayat berikutnya, kita akan melihat bahwa Iblis bahkan berhasil membujuk Kain untuk menjadi seseorang yang mendengki dan bahkan membunuh saudaranya sendiri, karena Iblis dapat memberikan kuasa dan kemuliaan kepada siapa saja yang ia kehendaki dan yang menaati dia (Luk. 4:6).

Apa yang iblis lakukan ini adalah menjiplak apa yang menjadi rencana Tuhan untuk kemudian ia putar balikkan – ia mengambil alih kekuasaan atas bumi ini dari tangan manusia dan memberikannya kepada siapa saja yang mau membuat kekacauan di bumi ini (Kej. 4:6-7; 6:1-4). Siapa kaum raksasa yang dimaksud dalam Kej. 6 ini? Jika kita mempelajari sejarah dari rencana yang iblis miliki, ketika iblis mengetahui apa yang menjadi rencana Tuhan yaitu melahirkan seorang anak laki-laki yang akan kembali memulihkan otoritas manusia yang sudah hilang, ia berusaha untuk mengacaukan peradaban manusia; ia membuat setiap wanita yang seharusnya melahirkan seorang anak tidak bisa melahirkan anak sebagai garis keturunan ilahi.

Itu sebabnya hampir dalam setiap kasus pelecehan seksual, yang dijadikan objek pelecehan itu seringkali adalah kaum wanita, karena dari merekalah akan lahir benih “sang pembebas”. Begitu pula kadangkala kita mendapati kaum prialah yang dirusak oleh iblis, karena iblis tidak tahu siapa di antara kaum pria itu yang nantinya akan mengembalikan otoritas atas bumi ini kepada manusia. Karena itu ras manusia dikacau dan lahirlah para raksasa (Kej 6:1-4).

Kisah-kisah selanjutnya menceritakan bagaimana setiap bayi laki-laki yang dianggap istimewa langsung dijadikan incaran oleh iblis. Sebagai contoh: ketika Musa lahir, Firaun bangkit; ketika Yesus lahir, bangkitlah Herodes untuk membinasakan bayi laki-laki yang ada.

Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan.  Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota.  Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya.  Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya” (Why. 12:1-5)

Jika kita membaca perikop di atas, yang dimaksud dengan ‘perempuan’ dalam ayat itu bukanlah Hawa tetapi Gereja Tuhan (ayat 3 – Gereja yang dibangun di atas dasar kesempurnaan korban Kristus dan diselimuti oleh kemuliaan Bapa di sorga, yang memiliki posisi rohani yang berkemenangan dan memiliki otoritas untuk memerintah di dalam roh). Ketika Gereja Tuhan melahirkan ‘seorang anak laki-laki’, itulah dia yang Tuhan nubuatkan dalam Kejadian 3. Itu sebabnya kita memiliki peranan yang sangat penting untuk mengembalikan otoritas pemerintahan atas dunia ini ke dalam tangan manusia.
Jika kita mempelajari sejarah perjalanan iman para hamba Tuhan, kita akan mendapati bahwa Tuhan membangkitkan Abraham untuk membangun sebuah garis keturunan yang baru. Lalu kemudian Tuhan membangkitkan Musa untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan dan penindasan Mesir. Itu semua adalah gambaran atau “uji coba” yang Tuhan lakukan untuk pada akhirnya melalui Yesus – sang Anak yang diutus ke dunia dan selalu berjalan dalam ketaatan pada kehendak Bapa, bahkan taat sampai mati – iblis tidak memiliki pilihan lain selain mengembalikan otoritas bumi ke tangan manusia yang sudah berjalan dalam ketaatan.
Itu sebabnya dalam Filipi 2:5-11 Alkitab berkata bahwa Allah sangat meninggikan Dia. Perhatikan ayat 5, Paulus berbicara kepada jemaat: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama...”. Kata “kamu” di sini bukan semua manusia atau semua orang percaya, melainkan orang-orang yang sudah lahir baru dan yang telah mewarisi DNA Kristus, untuk menaruh pikiran dan perasaan yang juga terdapat di dalam Kristus Yesus.

Ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh tentara Amerika pada tahun 1945, seketika itu juga Jepang menyerah tanpa syarat. Masalahnya, tentara-tentara Jepang di Indonesia yang belum mendengar tentang berita kekalahan Jepang bertindak seakan-akan mereka masih berkuasa, demikian pula masih ada daerah-daerah dan orang-orang di Indonesia yang masih tetap tunduk kepada tentara Jepang. Sampai suatu kali ketika mereka mendengar dari radio bahwa Kekaisaran Jepang menyatakan diri takluk kepada Sekutu, seketika itu juga mereka bangkit untuk melawan karena mereka tahu bahwa Jepang sudah kalah.

Hal yang sama sudah terjadi 2000 tahun yang lalu; ketika Yesus menang atas maut, Ia kembali memerintah dan segala kekuasaan dan otoritas atas dunia sudah dikembalikan lagi ke tangan manusia. Masalahnya, masih banyak teritorial-teritorial yang belum mendengar kabar baik tersebut – mereka masih dikendalikan di bawah kekuasaan si Jahat.

Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:18-20).

Itu sebabnya Yesus memberikan kita perintah untuk ”pergi” menjangkau berbagai belahan ‘dunia’ – dunia pendidikan, dunia politik, dunia bisnis, dan dunia-dunia lainnya – yang masih belum mengetahui bahwa otoritas sudah Tuhan kembalikan ke tangan manusia lewat sang Anak. Dengan kata lain, Yesus memerintahkan kita untuk memultiplikasikan diri kita, memasuki setiap area kehidupan dan melakukan perubahan, dan memastikan terjadi perubahan nature sehingga terjadi pemulihan dalam segala aspek kehidupan.

Artinya, kita bukan hanya ditetapkan untuk menjadi ‘pangeran Allah’ tetapi Tuhan juga menunjuk kita sebagai ‘duta besar’ Kerajaan Sorga. Seorang duta besar hanya tunduk kepada hukum dari negara yang mengutusnya dan memiliki kekebalan terhadap hukum dari negara tempat ia diutus. Demikian pula kita, sebagai duta besar Kerajaan Sorga, kita tidak perlu lagi hidup menurut hukum dunia ini. 

Oleh karena itu kitab Ibrani berkata bahwa Tuhan membawa kita untuk hidup dalam Kerajaan yang tak tergoncangkan. Sementara hukum dunia ini terus mengalami perubahan dan kegoncangan, sebagai duta besar Kerajaan Sorga, kita hidup dalam hukum yang berbeda. Ketika kita sebagai orang-orang benar tinggal di dalam negeri, ada harapan bagi negeri untuk alami perubahan.
 



Blessed To Bless...

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Holy Spirit