Friday, March 25, 2011

Mengimpartasikan Anugerah dalam Hidup Jemaat

Oleh – Steven Agustinus [Open Heaven Ministries]




“Sementara itu banyak saudara-saudara telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja. Akan tetapi di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan. Dan tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan. Maka sampailah kabar tentang mereka itu kepada jemaat di Yerusalem, lalu jemaat itu mengutus Barnabas ke Antiokhia. Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan” (Kis. 11:19-23)

Ketika terjadi penganiayaan di Yerusalem, jemaat yang ada di Yerusalem melarikan diri dan mereka tersebar sampai ke Antiokhia. Ketika mereka melayani di sana, tangan Tuhan menyertai mereka dan terjadi kegerakan Roh di Antiokhia. Kabar itupun tersiar sampai ke Yerusalem sehingga Barnabas diutus ke Antiokhia. Ketika Barnabas tiba di Antiokhia, Alkitab berkata bahwa Barnabas mengenali adanya kasih karunia Tuhan dalam hidup jemaat di Antiokhia.
Sebagai gembala, saya rindu untuk dapat mengenal Anda jemaat dengan lebih mendalam, akan tetapi saya tidak mau hanya mengenal Anda dalam pengertian secara pribadi belaka. Sebagaimana Barnabas mengenali adanya kasih karunia Tuhan dalam hidup jemaat, sayapun berharap saya dapat melihat adanya kasih karunia Tuhan dalam hidup Anda, karena tanpa adanya kasih karunia Tuhan dalam hidup jemaat, seorang pemimpin tidak akan dapat membangun apa-apa dalam hidup jemaat yang bersangkutan.
Masa di mana jemaat datang beribadah hanya untuk menerima berkat dari Tuhan sudah berakhir; ketika kita datang beribadah, kita datang untuk dilatih dan diperlengkapi oleh sang pemimpin sehingga kita menjadi jemaat yang siap dipakai oleh-Nya.
Lalu bagaimana sebenarnya Barnabas bisa mengenali adanya kasih karunia Tuhan dalam diri jemaat Antiokhia?

“Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid. Tetapi Barnabas membawa dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceritakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus. Dan Saulus tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan.” (Kis. 9:26-27)

Saulus pernah menjadi salah orang yang sangat ditakuti oleh orang-orang Kristen di jamannya, karena ia gemar menangkap orang Kristen untuk dipenjarakan. Pada jaman Saulus hidup, bukanlah hal yang mudah untuk membedakan antara orang Kristen dan bukan Kristen karena banyaknya percampuran yang ada sehingga membuat segala sesuatu menjadi samar-samar. Satu-satunya cara untuk mengenali seorang Kristen adalah dengan melihat adanya kasih karunia Tuhan yang bekerja dalam hidup orang tersebut.
Itu sebabnya ketika Saulus bertobat, meskipun orang-orang percaya yang ada menjadi ketakutan, Barnabas bisa membawa Saulus untuk bertemu dengan para rasul dan ia diterima oleh para rasul, dan selanjutnya diterima oleh semua orang percaya, karena Barnabas bisa menunjukkan bahwa Saulus memiliki kasih karunia Tuhan dalam hidupnya.
Tanpa adanya kasih karunia Tuhan, kita hanya akan menjadi orang Kristen dan bukan hamba Tuhan; kita hanya menjadi orang Kristen tetapi tidak pernah mengenal Dia dan mengalami realita-Nya dalam hidup kita. Pastikan kita menjadi orang-orang percaya yang hidup dalam kasih karunia!

Dari manakah kasih karunia Tuhan dalam hidup kita dapat dikenali?

1. Kasih karunia Tuhan dalam hidup kita dapat dikenali dari apa yang kita sudah alami secara pribadi bersama Tuhan.
Apa yang kita alami secara pribadi bersama Tuhan akan menjadi tolok ukur awal adanya kasih karunia Tuhan dalam hidup kita. Selama ini terlalu banyak orang Kristen yang mengaku menerima jamahan Tuhan tetapi tidak pernah ada perubahan yang sungguh-sungguh terjadi dalam hidup mereka.
Perjumpaan dengan Tuhan yang sejati pasti akan memberi dampak terjadinya perubahan hidup. Setiap kali Tuhan menyatakan diri-Nya dalam hidup kita – baik melalui doa, penyembahan ataupun firman yang kita dengar, pasti akan ada area-area hidup kita yang mengalami jamahan Tuhan dan jamahan Tuhan pada area hidup kita itu akan meninggalkan perubahan yang drastis dan permanen.
Jika kita berkata bahwa kita mengalami jamahan Tuhan tapi hidup kita masih tetap sama, pasti ada yang salah dengan kita. Meskipun perubahan yang terjadi mungkin belum 180 derajat di seluruh area hidup kita, pasti setidaknya ada satu area hidup kita yang mengalami perubahan.
Kisah Para Rasul 19:1-7 menceritakan bahwa ketika Paulus pertama kali bertemu dengan jemaat Efesus, mereka baru hanya mengetahui tentang baptisan Yohanes – karena itulah yang diajarkan oleh Apolos – dan belum tahu tentang adanya Roh Kudus. Ketika Paulus mengajarkan tentang baptisan Roh Kudus, karena mereka adalah jemaat yang haus dan lapar akan Tuhan dan terbuka terhadap perubahan, dalam waktu singkat jemaat Efesus bisa dibawa Paulus untuk menerima baptisan air, baptisan Roh Kudus, mengalami jamahan Roh dan karunia-karunia Roh mulai bekerja dalam hidup mereka.
Ingat, Kekristenan tanpa realita kehadiran Tuhan hanya akan menjadi agama belaka; aktivitas pelayanan yang kita lakukan tanpa disertai realita kehadiran Tuhan pada akhirnya hanya akan menjadi rutinitas agamawi yang mati.
Karena itu pastikan kehausan dan kelaparan akan Tuhan selalu ada dalam hidupmu dan berkobar dalam hatimu, menggerakkan engkau sehingga engkau selalu mencari Dia dan engkau tidak akan berhenti sebelum Dia menyatakan diri-Nya. Pastikan dari waktu ke waktu kita selalu meminta agar Dia memberikan hati yang haus dan lapar akan realita hadirat-Nya, karena jamahan Tuhan yang sejati hanya akan terjadi ketika kita memiliki hati yang haus dan lapar akan Dia dan keterbukaan untuk berubah.

2. Kasih karunia Tuhan dalam hidup kita dapat dikenali dari apa yang Tuhan telah firmankan kepada orang tersebut.

“Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak Tuhan, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan. Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini. maka haruslah engkau insaf, bahwa Tuhan, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya.” (Ul. 8:2-5)

Cara Tuhan melatih kita untuk kita bisa terus mengandalkan firman-Nya dan hidup hanya dari firman-Nya adalah dengan membawa kita keluar dari zona nyaman yang selama ini kita nikmati.

Tuhan sengaja ijinkan berbagai peristiwa buruk terjadi dengan satu tujuan: untuk melatih kita agar mengandalkan firman-Nya.

Alasan pertama mengapa Ia mengijinkan kita mengalami berbagai peristiwa yang tidak enak dan berbagai tekanan hidup adalah untuk memastikan kecenderungan hati kita terus tertuju kepada kebenaran (ayat 2); apakah kita mencari solusi yang paling cepat dan paling mudah ataukah kita berusaha untuk mencari solusi yang paling tepat.
Selama hati kita masih memiliki kecenderungan untuk mencari solusi yang paling mudah, kita memang akan menemukan solusi itu tapi bukan itu solusi yang dari Tuhan. Sebagai akibatnya, Tuhan akan kembali mengkondisikan kita untuk mengalami hal yang sama, sampai pada akhirnya kita mengambil keputusan atau mencari solusi yang tepat.
Karena itu sadarilah bahwa lepas dari berbagai peristiwa negatif yang harus kita alami, Tuhan memang ingin melatih kita untuk mulai bisa berfungsi sebagaimana Dia berfungsi yaitu mengandalkan firman-Nya. Dia ingin melatih otot-otot rohani kita agar menjadi kuat.

“Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah Tuhan sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia.” (Ul. 32:11)

Seperti apakah seekor induk rajawali melatih anak-anaknya? Setelah selama beberapa waktu anak-anak rajawali diberi makan yang cukup dan mereka mulai bertumbuh, sampai pada satu titik ketika induk rajawali melihat bahwa sayap anak-anaknya sudah cukup kuat, ia akan mulai mendorong anak-anaknya keluar dari sarang untuk belajar terbang.
Biasanya, sarang rajawali bukan dibuat di atas pohon melainkan di atas bukit batu yang tinggi dan curam, jauh dari tangan manusia dan terlindung dari bahaya lainnya. Ketika tiba waktunya induk rajawali menyuruh anak-anaknya keluar dari sarang dan terbang, biasanya si anak rajawali akan mengalami kesulitan untuk meninggalkan kenyamanan yang selama ini ia nikmati dalam sarangnya, sehingga setiap kali didorong keluar, anak rajawali akan masuk kembali ke tengah sarang dan hal itu terjadi berulang kali.
Sebagai akibatnya, si induk rajawali harus menggoncangkan dan merusak sarangnya sehingga anak rajawali jatuh dari sarang. Mungkin perlakuan ini dianggap kejam dan tanpa kasih oleh anak-anaknya, tapi itulah cara yang induk rajawali lakukan untuk menuntun anak-anaknya naik ke level yang baru. Demikian pula, dengan cara yang sama Tuhan akan menuntun kita untuk melatih otot-otot rohani kita.
Ketika si induk rajawali melihat anaknya jatuh, ia bukan hanya berdiam diri tetapi ikut terbang menyertai anaknya. Sementara si anak mulai belajar mengepakkan sayapnya, sebelum menyentuh tanah, si induk rajawali akan segera mengangkat anaknya dengan sayapnya dan dibawanya ke atas. Untuk sesaat si anak mungkin bernapas lega, tapi sampai pada ketinggian tertentu induk rajawali akan kembali melepaskan anaknya dan hal itu terjadi berulang kali sampai anak rajawali memiliki kemampuan untuk mempergunakan sayapnya untuk terbang. Ketika induk rajawali melihat bahwa anaknya sudah bisa terbang, barulah ia akan ‘melepaskan’ si anak karena artinya si anak rajawali sudah matang.

Di dalam roh saya merasa bahwa sudah tiba waktunya untuk Tuhan ‘memaksa’ kita keluar dari ‘sarang’ untuk terbang.

Apakah kita akan melakukannya dengan sukarela ataupun dipaksa, Tuhan ingin melatih kita untuk kita bisa mulai terbang. Ini waktunya kita mulai mempergunakan semua anugerah yang sudah kita terima selama ini; seperti seekor induk rajawali yang melatih anak-anaknya, Tuhan pun akan mulai membawa kita melewati suatu masa di mana ada berbagai peristiwa ‘buruk’ dan hal-hal yang tidak mengenakkan yang kita alami, tapi jangan takut, karena itu semua adalah pekerjaan tangan Tuhan yang sedang melatih kita.

Pastikan hati kita selalu tertuju kepada firman-Nya dan kitapun akan bisa dengan mudah melewati proses tersebut bersama Dia.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Holy Spirit