Ditulis oleh Juan Carlos Ortiz
seorang Gembala Sidang di Amerika Latin.
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
[Imamat 19:18]
Tingkat kasih yang pertama adalah minimum, yakni macam kasih Kitab Perjanjian Lama. Mengasihi bukan suatu perintah yang hanya untuk gereja, tetapi ini merupakan suatu perintah yang bersifat universal. Kasih adalah bagian dari hukum moral Allah; jika seseorang di dunia ini mengasihi seseorang lainnya, maka setiap orang akan dikasihi dan mengasihi yang lain.
Apakah arti perintah ini? Artinya bahwa saya harus mengharapkan untuk orang lain sesuatu sama seperti yang saya harapkan. Dan lagi, saya harus berbuat untuk orang lain sama seperti saya berbuat untuk saya sendiri.
Jika saya punya sepiring makanan dan tetangga saya tidak, maka untuk mengasihi dia adalah usaha mencari makanan untuk dia sama seperti yang saya lakukan untuk saya sendiri. Jika saya tidak dapat, tentunya saya harus memberikan setengah dari apa yang saya punya. Jika saya punya dua potong pakaian dan dia tidak, saya harus berusaha mendapatkan dua potong pakaian untuk dia sama seperti saya mendapatkan untuk saya sendiri. Jika anak-anak saya berpakaian bagus dan makan enak dan bersekolah, dan anak-anaknya tidak, maka saya harus berusaha bagi anak-anaknya sama seperti saya berusaha untuk anak-anak saya.
Itulah yang dimaksud dengan mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Anda tahu? Sebagian besar kita orang percaya tidak dapat memenuhi periritah dalam Perjanjian Lama ini! Kita bahkan tidak saling mengasihi sebagai sesama.
Dan tentu saja, Yesus tidak berkata bahwa kita hendaknya saling mengasihi sebagai sesama, tetapi sebagai saudara. Tetapi jika kita mau saling mengasihi sebagai sesama, setidaknya di gereja, maka suatu revolusi akan mulai. Di setiap jemaat kita menjumpai orang-orang yang terlalu kaya dan orang-orang yang tidak mampu. Ada seorang yang punya sebuah mobil dan pulang ke sebuah rumah bagus, sementara hidangan makanan yang enak sudah menunggu. Seorang yang duduk di sampingnya sewaktu di gereja mungkin pulang dengan jalan kaki sebab ia tak mampu membayar ongkos angkutan umum, dan ketika ia sampai di rumah, ia hanya menikmati sepotong kue dan secangkir kopi. Tetapi mereka menyanyi bersama tentang betapa mereka saling mengasihi! Dan ketika kebaktian selesai, mereka saling mengatakan, “Tuhan memberkati engkau, Saudara!” dan mereka pulang.
Ketika Yesus ditanya, “Siapakah sesamaku manusia itu?” Dia menjawab dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10). Berkali-kali saya berkhotbah tentang perumpamaan tersebut dan mengartikannya secara rohani. Yerusalem adalah gereja. Yerikho adalah dunia ini. Orang yang turun adalah orang percaya yang meninggalkan gereja dan kembali ke dunia. Para penyamun adalah Setan dan kuasa-kuasa iblis, dan orang Samaria adalah saudara yang membawa dia kembali ke gereja.
Bukankah itu merupakan suatu cara yang bagus untuk melepaskan tugas saya? Saya sedang mengkhotbahkan Injil kelima, Injil menurut “Kaum Penginjil yang Kudus”.
Pada kesempatan yang lain saya punya suatu penafsiran yang lain. Yerusalem adalah Taman Eden, dan Yerikho adalah kejatuhan manusia, dan Yesus adalah orang Samaria yang datang…, banyak cara untuk mengkhotbahkan perumpamaan itu.
Yesus mengakhiri jawabannya dengan memberi perintah kepada ahli hukum yang bertanya itu, “Pergilah dan perbuatlah demikian” (ayat 37). Dia bermaksud bahwa jika kita melihat seseorang dalam kekurangan, kita harus mencukupi kekurangan itu. Hal ini jelas sekali. Dan ini tidak perlu diartikan secara rohani.
Tetapi orang-orang yang menderita kita biarkan dan kita hanya berbicara tentang mereka. “Hari ini saya melihat sebuah pemandangan yang mengerikan seorang yang sengsara, saya merasa kasihan padanya.” Tetapi kita tidak berbuat sesuatu.
Tidak ada yang istimewa pada orang Samaria. Kita telah menyebutnya “orang Samaria yang murah hati,” tetapi Yesus tidak menyebutnya demikian. la hanya mengatakan, “Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan…” (ayat 33). Orang Samaria itu sekadar menurut perintah lama, la memberikan sejumlah uang untuk biaya perawatan korban itu, dan kemudian ia melanjutkan kepentingannya sendiri.
Sayangnya kita memberi perbandingan bahwa ia seorang Samaria yang murah hati. Hal yang sama terjadi dalam gereja-gereja sekarang ini. Seorang pendeta mungkin akan berkata, “Mari, Saudara Ortiz, saya ingin memperkenalkan Anda dengan seorang diaken saya yang baik.”
“Ya, saya akan gembira bertemu dia,” jawab saya.
Maka sesudah kami bertemu, saya bertanya kepada pendeta itu, “Mengapa Anda katakan dia adalah seorang diaken yang baik?”
“Memang, sebab ia selalu hadir pada setiap kebaktian. la membayar perpuluhan. Setiap kali saya minta kepadanya untuk membantu saya, ia selalu bersedia.”
Itu bukan seorang diaken yang baik–memang begitulah seorang diaken! Tetapi bila seseorang mendekati keadaan normal, kita mengatakan dia “sangat baik.”
Apakah Allah tidak akan merasa senang jika Dia mendapatkan kita semua menjadi orang-orang Samaria yang normal?
Yesus mengatakan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Surga” (Mat. 5:16). Apakah terang itu? Apakah yang menghasilkan buah-buah yang baik? Kasih! Seperti yang sudah saya katakan, terang Allah adalah kasih.
Sekarang kita harus melakukan suatu penerapan yang konkret. Bila kita berbicara tentang kasih atau lainnya dalam Alkitab, kita harus membatasi pembicaraan secara spesifik. Sebab jika tidak demikian, hal ini seperti menjahit tanpa terlebih dahulu membuat simpul pada ujung benang. Anda dapat menjahit dan menjahit dan terus menjahit, tetapi Anda tidak akan pernah melihat hasil jahitan. Kadang-kadang kita bahkan mencoba menjahit tanpa benang sama sekali-hanya menggunakan jarum. Apa yang kita lakukan hanyalah membuat lobang-lobang kecil. Tetapi kain tetap tercabik sebab kita tidak mengambil langkah-langkah spesifik untuk memelihara perolehan kita.
Allah tidak berkata, “Kasihilah semua sesamamu.” Anda tidak dapat mengasihi seluruh dunia. la mengatakan, “Kasihilah sesamamu.” Jadi tentukan satu orang, satu keluarga. Mulailah berdoa untuk keluarga itu. Mulailah untuk mengerti masalah-masalah mereka, kebutuhan-kebutuhan mereka-rohaniah, materiil, psikologis, dan segala macam kebutuhan mereka.
Jangan mendekati mereka dan memberi mereka sebuah traktat; Anda akan kelihatan seperti seorang salesman. Pergilah untuk menjual Anda sendiri.Pergilah untuk memberikan diri Anda sendiri kepada mereka. Biarkan mereka tahu bahwa Anda mengasihi mereka, dan layanilah mereka.
Kami mengenal seorang ibu yang sudah agak tua di Argentina. Menurut pengakuannya, ia “tidak pernah mampu memenangkan jiwa untuk Yesus, meskipun hanya satu.” (Sebenarnya, kita tidak percaya pada memenangkan jiwa-jiwa; kita percaya pada memenangkan jiwa, tubuh, dan roh~pribadi seseorang secara utuh). la telah bertahun-tahun ikut kebaktian di gereja. Tetapi pada suatu hari, Tuhan menunjukkan kepadanya macam kasih ini. la tahu bahwa Allah tidak mengirimkan sebuah traktat dari Surga; la mengutus Anak-Nya, yang datang dan hidup bersama kita dan menyembuhkan banyak orang. la menolong kita dan bersama kita.
Wanita itu memutuskan bahwa dirinya mampu melakukan hal yang sama.
Di depan tempat tinggalnya ada sebuah rumah sewaan. Tidak beberapa lama setelah para penyewa baru tiba di rumah itu, ia membuat persiapan. la datang ke rumah itu dengan membawa kopi dan kue donat dan katanya, “Saya membawa sedikit makanan untuk Saudara, sebab saya tahu Saudara baru saja pindah ke sini. Kecuali itu, Saudara tidak membawa bahan makanan yang siap untuk dimasak. Nanti saya akan datang lagi ke sini untuk mengambil piring dan cangkir, jangan repot-repot mencucinya, sebab saya tahu Saudara sedang sibuk.
“Oh, ya, bila Saudara ingin tahu toko bahan makanan, Saudara dapat pergi ke sudut jalan sana….” la tidak menaruh traktat di bawah kue donat. Ia hanya memberi mereka makanan dan membantu mereka.
Setelah beberapa saat ia datang lagi untuk mengambil piring dan cangkir. Katanya, “Jika Saudara memerlukan sesuatu lainnya, saya ada di sini. Jika Saudara menginginkan sesuatu, dengan senang saya akan membantu Saudara.”
la tidak pernah berkhotbah tentang Kristus. Tetapi sebulan kemudian seluruh keluarga itu dibaptis sebab terang yang telah ia bawa kepada mereka.
Yesus tidak mengatakan, “Demikianlah hendaknya mulutmu berbicara di depan orang, supaya mereka mendengar kata-katamu yang manis dan memuliakan Bapamu.” “Dia berkata,”Hendaknya terangmu bercahaya” — kasihmu!
Mungkin ada di antara kita yang punya kesulitan dalam hal ini sebab kita diajar suatu Injil anti-Kristen. Kita telah membuang semua makna dari buah-buah yang baik. Kita tidak diselamatkan oleh perbuatan-perbuatan baik, kita katakan begitu. Dan itu adalah setengah dari kebenaran. Tetapi kita “diciptakan di dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik” (Efesus. 2:10).
Kita membaca cerita tentang Kornelius dalam Kisah Rasul 10 dan segala perbuatan baik yang ia lakukan–dan kita ingin menunjukkan bahwa ia tetap tidak diselamatkan. Tetapi kita perhatikan, Allah mengutus seorang malaikat datang kepadanya sebab “doamu dan sedekahmu telah naik ke hadirat Allah dan Allah mengingat engkau” (ayat 4). Ini adalah setengah bagian lain dari kebenaran.
Pekerjaan-pekerjaaan baik adalah bukti kasih yang kita miliki. Kadang-kadang kita terlalu mistis — “Oh, saya mengasihimu, Saudara” ~ tetapi kita tidak menunjukkan bahwa kita mengasihi dengan cara tidak lebih dari sekadar berjabat tangan dan memberikan senyuman.
Pekerjaan baik tetap berarti pekerjaan baik. Pekerjaan berarti bekerja, bukan hanya cara pikir yang mistis. Tentu ada perbedaan di antara pekerjaan baik berdasar kasih dan pekerjaan baik yang didorong oleh nafsu daging. Paulus mengatakan bahwa jika saya memberikan segala yang baik untuk membantu si miskin tetapi saya tidak memiliki kasih, maka saya tidak punya arti. Itulah sebabnya paham Marxis bukan jawaban. Paham Marxis memiliki banyak ajaran yang baik. Paham Komunis menyebutkan beberapa hal yang baik tentang keadilan sosial dan tentang pemerataan segalanya. Tetapi itu bertentangan dengan apa yang Yesus ajarkan kepada kita. (Seperti spiritisme dan karunia-karunia Roh – ada kesamaan tetapi mereka berasal dari sumber-sumber yang berbeda).
Tetapi perhatikan—supaya dapat menolak spiritisme-, jangan menolak karunia-karunia. Supaya dapat menolak paham komunisme, jangan menolak kebersamaan.
Jangan lupa bahwa kita harus mengasihi sesama sekarang dan di mana saja.
Friday, March 25, 2011
Kasih Kepada Sesama
4:11 PM
Ezra
0 comments:
Post a Comment